Rabu, Juni 10, 2009

Suramadu, Penerus Mimpi Besar Bangsa Indonesia

Tuntasnya pembangunan jembatan Suramadu sudah ada di depan mata. Mimpi berpuluh-puluh tahun itu akhirnya menjelma nyata. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hari ini meresmikan jembatan sepanjang 5.438 meter yang menghubungkan Pulau Jawa (Surabaya) dan Pulau Madura (Bangkalan) itu. Proses panjang dan berliku harus dilalui untuk sampai pada momen bersejarah itu. Suramadu berawal dari usul brilian guru besar ITB (Institut Teknologi Bandung) Prof Dr Setyadmo (alm) pada 1960-an untuk membangun jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa dengan tiga pulau di sekitarnya (Sumatra, Bali, dan Madura).

Ide yang dinilai gila pada zamannya itu ternyata disambut positif Presiden Soekarno. Pada 1965, dibuat desain jembatan melintasi Selat Sunda, Selat Madura, dan Selat Bali. Sayang, hiruk-pikuk politik sempat menenggelamkan ide proyek ambisius tersebut. Gagasan dan konsep pengembangan jembatan antarpulau baru mengapung lagi 20 tahun kemudian. Pada 1986, penguasa Orde Baru Soeharto mengonkretkan gagasan Prof Dr Setyadmo dengan mencanangkan proyek Tri Nusa Bima Sakti. Menristek dan Kepala BPPT saat itu, B.J. Habibie, mendapat tugas mengkaji pembangunan tiga jembatan spektakuler itu. Dari tiga jembatan, tim Habibie menyatakan, secara teknologi dan finansial, tahap awal lebih memungkinkan menyatukan Pulau Jawa dengan Madura. Keinginan merealisasikan jembatan Suramadu makin mengebu, pada awal 1990-an gubernur Jatim saat itu dijabat Soelarso.

Pada era Gubernur Soe larso itulah, mulai dilakukan pembebasan lahan di sisi Surabaya maupun Kamal, Kabupaten Bangkalan, Madura. Krisis moneter pada 1998 kembali membuat perjalanan proyek Suramadu tertatih-tatih. Baru saat Megawati Soekarnoputri menduduki kursi presiden, pembangunan pertama Suramadu dimulai, dan diresmikan pada 20 Agustus 2003. Setelah enam tahun masa pembangunan, hari ini, 10 Juni 2009, bangunan yang akan menjadi landmark Indonesia itu selesai. Tak hanya menempuh rentang waktu hampir setengah abad, proyek Jembatan Suramadu juga melibatkan tenaga kerja 3.500 orang, menghabiskan 28 ribu ton baja dan 600 ribu ton campuran baja, dan menyedot dana negara Rp 4,5 triliun.

Mahal dan melelahkan, tapi apalah artinya itu semua dibanding tumbuhnya kembali kebanggaan masyarakat bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang berhasil mewujudkan mimpi-mimpi besarnya. Sudah terlalu lama bangsa besar ini sangsi dengan kemampuannya. Padahal, di abad ke-12, Wangsa Syailendra, pernah memberi bukti dengan membangun Candi Borobudur. Sekarang Borobudur selalu mengingatkan dunia terhadap sejarah kebesaran Indonesia zaman dahulu. Presiden Soekarno pernah membubungkan kembali kebanggaan negeri ini dengan menuntaskan megaproyek Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia, dan Menara Monas pada 60-an. Meski awalnya harus menerima cemooh, Soekarno terus maju.

Kini, Monas, Gelora Bung Karno, dan Hotel Indonesia, tetap berdiri dan menjadi salah satu kebanggaan nasional. Belajar dari Syailendra dan Soekarno, selesainya pembangunan Suramadu adalah momentum besar yang patut disambut penerus mimpi besar bangsa. Pada momentum mendekati prosesi pemilihan pemimpin negeri, perlu diingatkan, kita tidak akan pernah memiliki apa pun bila setiap kali pergantian pemimpin tidak terjadi estafet mimpi besar pendahulunya. Karena itu, siapa pun pemimpin negeri ini ke depan harus melanjutkan dan senantiasa melindungi Suramadu.

Sumber : Jawa Pos, 10 Juni 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © 2009 by My Xperience

Template by Blogger Templates | Powered by Blogger